Ternyata bukan cuma di bumi yang ada sampahnya, bahkan di luar angkasa sana manusia juga suka nyampah. Nah, sampah-sampah yang mengambang di atas bumi itulah yang biasa disebut dengan space junk aliassampah antariksa.
Sampah antariksa sendiri merupakan benda-benda langit buatan manusia yang sudah tidak bermanfaat lagi, bahkan bisa sangat membahayakan. Sampah antariksa kebanyakan berasal dari satelit-satelit yang sudah tidak berfungsi, pecahan roket, dan sisa-sisa dari misi luar angkasa.
Kita mungkin masih ingat dengan satelit UARS, satelit seberat 6 ton tersebut sempat membuat heboh dunia setelah diperkirakan akan menghantam bumi. Dan akhirnya pada tanggal 23 September 2011 lalu, satelit yang sudah tidak berfungsi sejak Desember 2005 tersebut dipastikan telah jatuh di sekitar Samudera Pasifik tanpa menimbulkansatupun korban .
UARS (The Upper Atmosphere Research Satellite) hanyalah satu dari ribuan sampah antariksa yang bisa membahayakan kehidupan manusia. NASA sendiri memperkirakan sampai tahun 2006 lalu ada sekitar 18.000 buah sampah antariksa berukuran lebih dari 4 inci yang mengambang di atas bumi, pada tahun 2011 ini diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 21.000 biji. Dan kalau ditotal beratnya mencapai sekitar 5.500 ton.
5.500 ton= 5.500.000 kilo, coba bayangin berapa duit tuh kalo di kiloin. Mungkin ada yang berminat jadi pemulung di luar angkasa? hehe :D
ESA (badan antariksa eropa) juga mencatat bahwa sejak diluncurkannya Sputnik I, satelit buatan pertama milik Indonesia Uni Sovyet pada 4 Oktober 1957, total telah ada sekitar 6000 satelit yang mengorbit bumi. Namun dari jumlah yang segitu banyaknya ternyata hanya ada sekitar 1000-an satelit yang masih berfungsi, sedangkan sisanya telah menjadi sampah antariksa bersama pecahan-pecahan logam tak berguna lainnya.
Sampah masyarakat antariksa tidak hanya berbahaya bagi kita yang ada di bumi. Kepingan-kepingan sampah antariksa juga berbahaya bila menabrak satelit yang masih aktif karena objek-objek berukuran kecil tersebut bisa mencapai kecepatan hingga 30.000 km/jam saat mengorbit diatas bumi.
Tidak seperti korban ledakan gas elp*ji, korban jiwa akibat kejatuhan space junk sepertinya sampai sekarang belum pernah ada. Tapi meskipun begitu kita harus tetapwaspada lho! Memang benda-benda luar angkasa yang jatuh ke bumi seperti sampah antariksa akan langsung terbakar begitu memasuki atmosfer bumi. Tapi jika benda tersebut berukuran besar dan tidak terbakar habis di atmosfer pasti akan sangat berbahaya apalagi jika jatuhnya di pemukiman padat penduduk.
Sekian dulu postingan gak mutu tentang sampah antariksa hari ini. Berhubung hari sudah malam dan si Empunya blog besok rabu udah semesteran, maka untuk beberapa hari blog terpaksa harus mati suri dulu. Terima kasih. :D
Referensi: maskub blog, wikipedia
Benda Jatuh Antariksa
Apakah Benda Jatuh Antariksa itu?
Benda jatuh antariksa adalah benda-benda yang jatuh dari antariksa yang memasuki atmosfer bumi pada ketinggian sekitar 100 km, terdiri dari sampah antariksa dan meteorit.
Sampah antariksa terdiri dari bekas roket atau satelit dan pecahannya. Sampah antariksa secara umum dapat diperkirakan waktu dan lokasi jatuhnya berdasarkan basis data sampah antariksa.
Sampah antariksa makin padat
Sampah antariksa bekas motor roket Rusia yang jatuh di Gorontalo (1981) dan Lampung (1988)
Sampah antariksa pecahan roket RR Cina yang jatuh di Bengkulu (2003)
Meteorit berasal dari batuan di tata surya terdiri dari pecahan asteorid, komet, atau batuan tata surya lainnya. Secara umum batuan tata surya dinamakan meteoroid. Ketika memasuki atmosfer bumi dan membara, fenomena tersebut dinamakan meteor. Ketika bersisa mencapai permukaan bumi disebut meteorit. Waktu dan lokasi jatuh meteorit tidak bisa diperkirakan. Meteorit terkait dengan meteor sporadis (tak tentu waktunya). Selain meteor sporadis, kita juga mengenal hujan meteor yang waktu dan arah munculnya tertentu. Hujan meteor disebabkan oleh masukknya debu-debu sisa komet yang ukurannya kecil sehingga habis terbakar hanya dalam waktu beberapa detik saja.
Meteorit sebesar buah pepaya yang jatuh di Pontianak (2003)
Meteorit besar diperkirakan berukuran 10 meter jatuh di perairan Bone (Sulawesi Selatan) Oktober 2009 menyebabkan ledakan setara 50 Kilo ton TNT (3-4 kali kekuatan bom atom Hiroshima).
Batuan dan debu antariksa (meteoroid) memasukki bumi lebih dari 25.000 ton per tahun dalam berbagai ukuran. Debu beru mikrometeoroid memasuki bumi tanpa proses terbakar, turun secara perlahan. Untuk batuan (termasuk yang kompisisi utamanya logam), semakin besar ukurannya semakin jarang masuk ke bumi. Untuk ukuran kecil, sekitar ukuran bola, rata-rata ada sekitar 500 meteorit yang jatuh per tahun. Luasnya bumi yang tidak berpenghuni (berupa lautan, hutan, atau gurun) menyebabkan sebagian besar meteorit jatuh tidak diketahui manusia.
Berbahayakah?
Secara umum bahaya benda jatuh disebabkan oleh tumbukannya. Tetapi kemungkinan tumbukan mengenai manusia atau fasilitas milik manusia sangat-sangat kecil. Sepanjang sejarah manusia, dari sekian banyak meteorit hanya ada beberapa kasus yang jatuh mengenai manusia atau fasilitas milik manusia (rumah atau mobil).
Dari segi bahaya lainnya, hanya sampah antariksa yang perlu diwaspadai adanya kemungkinan kandungan bahan kimia beracun atau radiasi nuklir. Sedangkan meteorit secara umum seperti batuan bumi lainnya tidak beracun dan tidak mengandung radiasi nuklir.
Apakah yang dilakukan LAPAN terkait benda jatuh antariksa?
- Sampah antariksa yang berpotensi membahayakan Indonesia dipantau terus menerus oleh LAPAN dan dikoordinasikan dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Contoh: Saat stasiun antariksa Mir berbobot 30 ton saat jatuh 2001 dan satelit bekas Bepposax berbobot 1,4 ton jatuh pada 2003.
- Sampah antariksa yang jatuh dan dilaporkan warga/media massa diidentifikasikan. Contoh: Bekas roket Rusia di Gorontalo (1981) dan Lampung (1988), bekas roket Cina di Bengkulu (2003), bekas roket Rusia di perairan Flores (2007).
- Laporan warga atau media massa segera dianalisis bila ada indikasi benda jatuh antariksa, baik berupa sampah antariksa maupun meteorit.
Bagaimana menganalisis laporan warga tentang jatuhnya benda antariksa?
- LAPAN pertama menganalisis kemungkinan jatuhnya sampah antariksa atau gagalnya peluncuran roket, merujuk pada pusat data internasional (dengan akses registered-online). Bila ada indikasi benda jatuh itu berasal dari sampah antariksa, LAPAN mudah mengidentifikasi jenis sampah antariksa tersebut dan negara pemiliknya.
- Eliminasi (menyingkirkan) kemungkinan sumber dari darat (misalnya ledakan akibat kebocoran gas, bahan peledak, atau jatuhnya kabel listrik tegangan tinggi), merujuk laporan kepolisian atau instansi terkait dan analisis lokasi langsung.
- Bila dugaan kuat mengarah benda jatuh antariksa alami (meteorit), LAPAN segera menganalisis bukti-bukti pendukungnya untuk menyimpulkan ada tidaknya meteorit jatuh.
Bisakah benda jatuh antariksa diantisipasi dengan sistem peringatan dini?
Sampah antariksa secara umum bisa dipantau sehingga upaya antisipasi bisa dilakukan, walau pun akurasi prakiraan titik jatuh secara internasional pun belum bisa dilakukan, kecuali untuk kejatuhan yang terkendali. Parkiraan lintasan menjelang jatuh baru bisa diprakirakan secara pasti sekitar 2 jam sebelum jatuh, tetapi dengan rentang ketidakpastian titik jatuhnya sampai ribuan km.
Meteorit secara umum mungkin dipantau dan diantisipasi, tetapi sangat sulit dilakukan, termasuk oleh negara maju. Alasannya:
- Perlu teleskop yang mampu mendeteksi objek sangat redup yang bergerak sangat cepat (dengan kecepatan sekitar 100.000 km/jam)
- Teleskop harus terintegrasi dengan sistem pengolah data cepat yang dilengkapi model orbit asteroid dan trayektorinya.
- Perlu memperhitungkan efektivitas dan efisiensi karena jangka waktu deteksi dan kejatuhan di bumi sangat singkat untuk objek relatif kecil.
Di seluruh dunia (bukan hanya di Indonesia) belum ada teknologi yang mampu mengantisipasi meteorit kecil. Pada 14 April 2010 meteorit berdiameter sekitar 1 meter berdaya ledak 20 ton TNT jatuh di Wisconsin, AS, tanpa bisa diantisipasi (untungnya pecah sebelum mencapai bumi). Pada 2008, meteorit 2008 TC3 berdiameter 4 meter secara kebetulan terekam di teleskop otomatis pemantau asteroid dekat bumi dan diproses orbitnya. Tetapi pemantauan itu dan hasil perhitungannnya hanya memberi waktu 19 jam sebelum jatuh di permukaan bumi (di gurun di Sudan). Pada saat terdeteksi jaraknya masih sekitar 2.000.000 km. Untuk meteorit yang lebih kecil lagi, objek baru terdeteksi pada jarak yang lebih dekat, yang berarti (kalau pun terekam) hanya menyisakan waktu beberapa jam sebelum jatuh.
Untuk antisipasi meteorit besar, secara internasional sudah ada program pemantau asteoroid sekitar bumi dengan biaya sangat mahal. Program “Spaceguard” berupaya mendeteksi asteroid dekat bumi dengan target capaian mendeteksi 90% asteoroid berdiameter lebih dari 1 km sampai 2008 yang kini terus berlanjut. Program NASA 2003 mengusulkan dana US$250–450 juta (sekitar Rp 2,5 – 4,5 triliun) untuk mendeteksi 90% asteroid dekat bumi berdiameter lebih dari 140 meter sampai 2028.
Perlukah ada perlindungan temuan benda jatuh antariksa?
Dari segi kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan, perlu dipertimbangkan aturan perlindungan benda jatuh antariksa untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Dengan aturan tersebut, kepolisan wajib untuk melindungi keberadaannya sampai instansi terkait menelitinya. Alasannya:
- Meteorit secara umum tidak mengandung racun atau radiasi, tetapi sampah antariksa mungkin mengandung racun atau radiasi. Pengamanan oleh kepolisian dimaksudkan juga untuk menghindari kemungkinan masyarakat terpapar radiasi atau benda beracun bila yang jatuh ternyata sampah antariksa, bukan meteorit.
- Meteorit tergolong benda langka di Indonesia, karena efek cuaca yang aktif dan kondisi wilayahnya yang berhutan dan berlaut menyebabkan meteorit yang jatuh di masa lalu sulit untuk diperoleh. Penemuan meteorit di Indonesia hampir semuanya merupakan temuan baru berdasarkan kesaksian masyarakat.
- Meteorit yang ditemukan warga, setelah diteliti bisa memberikan banyak informasi tentang keantariksaan dan sejarah asal usul tatasurya yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Oleh karenanya kepemilikan meteorit harus dianggap sebagai barang publik yang bisa diakses oleh semua orang. Setelah diteliti, meteorit perlu disimpan di museum ilmu pengetahuan atau lembaga litbang di daerah atau di pusat, tergantung nilai informasi yang dikandungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TINGGALKAN KOMENTAR ANDA!